count on me

Monday, March 28, 2016

Hubungan Bank Indonesia dengan Organisasi Internasional


ASEM
ASEM (Asia Europe Meeting) atau biasa disebut dengan Pertemuan Asia Eropa. ASEM merupakan forum yang dibentuk untuk membicarakan permasalahan- permasalahan yang memperlibatkan Negara- Negara Eropa dan Asia. Forum ini membahas tentang berbagai hal tanpa batasan, namun selama ini forum tersebut hanya membicarakan aspek ekonomi, politik, strategi pertahanan, pendidikan, dan lingkungan hidup.
Asem didirikan pada bulan Oktober tahun1994 di Paris. Ide pembentukan ASEM pertama kali disampaikan oleh Perdana Menteri Singapura yaitu Goh Chock Tong (selaku ketua ASEAN) pada Perdana Menteri Prancis yaitu Eduard Balladour. Pada waktu itu, dalam pikiran Goh Chock Tong terdapat tiga kekuatan ekonomi dunia yakni Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Kerjasama antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat sudah digalang melalui pertemuan G-7. Kerjasama antara Amerika Serikat dengan Asia sudah dibentuk melalui APEC, sedangkan kerjasama antara Uni Eropa dengan Asia belum terwadahi secara baik. Oleh karena itu perlu dibentuk wadah kerjasama antara mereka, dengan membentuk suatu konferensi tingkat tinggi Asia Eropa agar hubungan antara Asia dan Eropa semakin kuat.
ASEM adalah bentuk kerangka kerjasama antar 2 regionalisme yaitu antara Uni Eropa dan 10 negara Asia Timur. Kerangka awal dari kerja sama ini telah dibuat pada tahun 1996 dimana pada awalnya mempunyai tujuan untuk mempererat hubungan diantara Uni Eropa dengan Asia itu sendiri. Kerjasama ini diharapkan menjadi sebuah langkah awal bagi perkembangan dari sejarah panjang hubungan antara Eropa dan Asia, dan juga untuk perkembangan sistem global dalam konteks hubungan internasional.
Awalnya, terdapat dari kalangan Uni Eropa seperti Jerman yang menolak ide Goh Chock Tong tersebut. Namun karena tekanan berbagai pihak, akhirnya Uni Eropa sepakat dengan gagasan pembentukan ASEM. Ada tiga alasan mengapa akhirnya mereka menyetujui hal tersebut yaitu pertama karena kemajuan ekonomi Asia. Jepang berhasil membangun kembali perekonomiannya hanya dalam waktu sekitar 20 tahun setelah hancur akibat perang dunia II. Bahkan sejak awal dekade 1970, Jepang berhasil menyaingi produk Amerika Serikat (Negara maju yang banyak memberikan bantuan terhadap pemulihan ekonomi negeri matahari tersebut). Amerika Serikat menderita defisit perdagangan dengan Jepang sejak itu. Dalam pertengahan dekade 1970, muncul Negara industri baru dari Asia, yang sering disebut dengan Newly Industrialized Countries atau NICs, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Hong Kong. Tidak lama kemudian muncul The New Tigers of Asia, seperti Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Republik Rakyat China (RRC).
Bagi Uni Eropa menjalin kerjasama dengan Asia yang berkembang ekonominya tentu sangat menguntungkan. Kedua, khawatir akan perkembangan APEC. Keseriusan Presiden Clinton dari Amerika Serikat untuk bekerjasama dengan Asia melalui APEC membuat Uni Eropa khawatir. Terdapat kecemasan di kalangan Uni Eropa bahwa kerjasama APEC yang semakin kuat akan menjadikannya semakin tertutup bagi produk bukan anggota serta memperkecil kesempatan berdagang dengan Asia. Apalagi KTT Bogor 1992 menyepakati Negara maju dalam APEC akan selesai menghilangkan rintangan perdagangan tahun 2010, sedangkan Negara yang sedang berkembang selesai tahun 2020. Kekhawatira akan perkembangan kerjasama dalam APEC mendorong Uni Eropa untuk segera mendekati Asia.
Ketiga, penyusunan strategi baru. Sadar akan ketertinggalannya dari Amerika Serikat maka Uni Eropa menyusun strategi baru untuk bekerjasama dengan Asia. Pada tahun 1994, Uni Eropa berhasil menyusun Towards a New Asia Strategy. Dalam strategi tersebut, Uni Eropa mengutip laporan World Bank bahwa ekonomi Asia akan tumbuh pesat. Diperkirakan 1 miliar penduduk Asia memiliki daya beli yang semakin kuat, dan 400 juta di antaranya berpenghasilan menyamai bahkan melebihi penghasilan masyarakat Eropa dan Amerika.
Bagi Singapura dan Negara- Negara lainnya memiliki alasan mengapa mereka setuju dengan ide pembentukan ASEM yaitu diantaranya karena pertimbangan ekonomis. Pada waktu ide pembentukan ASEM dilontarkan untuk pertama kalinya Uni Eropa beranggotakan 15 negara dan sebagian besar di antaranya Negara maju. Waktu itu diperkirakan kontribusi Uni Eropa sebesar 20% dari total perdagangan dunia. Bagi Asia meningkatkan kerjasama dengan Uni Eropa berarti akan memperbesar volume perdagangan. Alasan lainnya yakni dikarenakan ada kekhawatiran semakin tertutupnya Uni Eropa. Dengan semakin terintregasinya anggota dalam Uni Eropa, Asia khawatir dengan semakin kecilnya kesempatan untuk mengekspor komoditas ke sana. Ada kekhawatiran di antara Negara Asia bahwa Uni Eropa semakin inward looking dalam perdagangan. Sedangkan alasan lainnya yaitu karena pertimbangan politis. Uni Eropa yang beranggotakan 15 negara dan sebagian besar adalah Negara maju, akan memainkan peranan yang semakin penting dalam percaturan politik global, apalagi mereka memiliki kebijakan bersama dalam bidang politik luar negeri dan keamanan. Dua anggota Uni Eropa yaitu Inggris dan Perancis yang menjadi anggota tetap DK PBB dan memiliki hak veto tentu akan memperkuat posisi politiknya. Dengan demikian bagi Asia menjalin kerjasama dengan Uni Eropa tentu akan bisa mengambil manfaat.
Pada waktu ASEM didirikan, para penandatanganan sepakat bahwa salah satu tujuan pembentukan ASEM yakni untuk mencari jalan kerjasama baru bagi Negara Asia dan Eropa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, mereka setuju bahwa kerjasama melalui ASEM hendaknya bersifat informal, longgar, tidak mengikat, dan tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perjanjian, traktat ataupun kontrak yang baru.
Terdapat asumsi yang menyebutkan bahwa ASEM dapat menjadi sebuah faktor yang bisa menjadi good thing bagi perkembangan global. Hal ini dibuktikan dengan ASEM yang memiliki potensi untuk mengubah konsep kerjasama antar 2 regional untuk dapat menjadi kerjasama secara global. Namun dalam realitas internasional, pengembangan hubungan harmonis Asia dan Eropa yang dijalankan dan dibangun oleh ASEM, mendapat tantangan yaitu konsep kerjasama pengembangan dari fungsi utilitas multilateral yang dapat menimbulkan banyak perbedaan dan bisa menjadi pemisah antara kedua belah pihak.
Pada dasarnya, hampir semua kerangka kerjasama antar regional seperti ASEM ini mempunyai potensi utilitas multilateral. Multilateral utilitas secara umum dapat diartikan sebagai konstribusi proaktif kerangka kerja. Kerangka kerja tersebut dapat memelihara stabilitas, perdamaian, kemakmuran dan persamaan di sistem global dalam persekutuan dengan institusi multilateral yang terkait.
Kerangka kerja antar regional ASEM muncul didalam sebuah konteks yaitu global tripolar. Global tripolar adalah sebuah bentuk dikotomi dimana terdapat 3 pilar utama yang penting dalam dunia internasional yaitu Amerika, Asia, dan Eropa.
Tiga tujuan utama dari ASEM yakni :
1)      Untuk mempererat hubungan inter regional antara Asia Timur dan Uni Eropa.
2)      Menjadi fasilitator sosialisasi antara masyarakat Eropa dan Asia Timur. Sehingga bisa menjadi pondasi hubungan dua region yang erat dan bertahan lama.
3)      Tujuan utama ASEM adalah membangun fungsi dan potensi utilitas multilateral.
Indikator- indikator dalam keberhasilan ASEM dapat terlihat dari beberapa aspek yaitu ekonomi, sosila, dan budaya. Secara ekonomis hubungan Uni Eropa dengan 13 negara Asia anggota ASEM mengalami peningkatan untuk kurun waktu 1995 (satu tahun sebelum ASEM didirikan) sampai 2004.
Tetapi ASEM juga masih mempunyai kekurangan sebagai organisasi inter regionalism. Sampai tahun kesepuluh setelah pembentukannya, ASEM belum mempunyai sekretariat. 

MANILA FRAMEWORK GROUP
Manila Framework Group, 1997, 14 Negara ( Bank Sentral dan Departemen Keuangan ) Dibentuk pada pertengahan 1997 setelah krisis di beberapa Negara di Asia pertemuan dilakukan 2 kali setahun. Yang dihadiri oleh pejabat departemen keuangan dan Bank Sentral Negara anggotanya di tambah wakil dari IMF, WB, BIS, dan ADB. Tujuannya menyediakan forum untuk mendiskusikan isu – isu yang mempengaruhi stabilitas keuangan di kawasan ini. Seperti Rapat Kelompok Manila Kerangka keempat yang diadakan di Melbourne dalam pertemuan rutin ini Keuangan & Bank Central deputi berunding dalam menanggapi krisis Asia. Tujuannya adalah untuk mengembangkan strategi regional untuk mengatasi krisis berdasarkan ditingkatkan pengawasan dan penguatan kapasitas IMF untuk menanggapi krisis. Ini adalah beberapa 18 bulan sejak pertemuan pertama Manila Kerangka Group, dan Manila Framework Group terus bekerja dalam bayangan krisis Asia. Namun kemajuan telah dicapai, dan Kelompok ini telah membuat masukan penting dalam mengelola krisis. Pada November 1997, itu mengatur kerangka kerja untuk lapis kedua, pembiayaan bilateral dengan ekonomi krisis, dan meletakkan dasar untuk melanjutkan pengawasan ekonomi regional dan kerjasama. Ini merekomendasikan langkah-langkah untuk memperkuat kapasitas IMF untuk memobilisasi bantuan cepat dalam krisis dan langkah-langkah ini diletakkan di tempat dalam bentuk Fasilitas Tambahan Cadangan Dana. Tapi pekerjaan Manila Framework Group jauh dari selesai dan percaya bisa memasuki periode kritis dalam hal memastikan bahwa momentum untuk reformasi keuangan internasional dipertahankan. Ini adalah tantangan yang dihadapi masyarakat internasional dan kelompok ini dapat memainkan peran penting dalam menjaga momentum reformasi.
Manila Framework Group telah diwakili di sini empat belas ekonomi; tiga dari G-7 ekonomi; Cina; semua ekonomi regional utama serius terpengaruh oleh krisis; pusat-pusat keuangan regional Hong Kong SAR, Singapura dan Australia; dan perwakilan senior IMF. Manila Framework Group memiliki kelompok perwakilan idealnya ditingkatkan untuk diskusi intensif dan dialog yang tulus. Adalah penting bahwa memaksimalkan kesempatan memiliki lebih dari dua hari berikutnya. Kebutuhan untuk mempertahankan momentum untuk reformasi merupakan masalah besar dan akan mengejar ketika menghadiri Rapat Komite Interim dari IMF di Washington pada bulan April dan pertemuan para Menteri Keuangan APEC pada bulan Mei. Manila Framework Group akan meneruskan ke pertemuan-pertemuan hasil dari pertemuan tersebut.
Dalam bekerja menuju sistem keuangan internasional membaik, ada beberapa faktor penting yang akan mengidentifikasi.
• Pentingnya suara regional yang efektif - dan di sini pertemuan Manila Kerangka Grup dapat memberikan kontribusi besar.
• Kebutuhan untuk belajar dari krisis, terutama dalam hal pengoperasian program IMF, dan untuk merancang proses yang lebih baik dari manajemen krisis.
• Kebutuhan untuk "jaminan di" sektor swasta untuk mencegah atau mengelola krisis.
• Kebutuhan untuk pengawasan yang lebih baik dari investor internasional yang sangat leveraged, seperti hedge fund, dan
• Kebutuhan peningkatan transparansi dan pengawasan ekonomi regional.
Isu-isu ini akan dibahas dalam beberapa hari ke depan. Masalah yang akan mengangkat di Komite Interim IMF dan pertemuan para Menteri Keuangan APEC akan membuat beberapa komentar, Tapi satu elemen ingin keluar tunggal khususnya adalah masalah peningkatan transparansi. Dengan peningkatan transparansi dilihat situasi di mana tujuan dari kebijakan, dan kerangka hukum, kelembagaan dan ekonomi untuk kebijakan itu, dijelaskan dengan jelas dan di mana keputusan kebijakan dan alasan bagi mereka dijelaskan kepada publik dengan cara yang tepat. penekanannya pada transparansi dan pengawasan karena, dalam krisis ekonomi sebanyak di penyakit, satu ons pencegahan bernilai satu pon pengobatan. transparansi yang lebih baik menawarkan kontribusi penting untuk pencegahan krisis, dengan identifikasi tepat waktu muncul kebijakan atau kerapuhan kelembagaan, dan dengan membantu koreksi lancar dan tepat waktu dari mereka.
Apalagi jika menggunakan transparansi kebijakan yang lebih baik dan tolak ukur dari 'praktik terbaik' internasional dalam proses pengawasan, kita memiliki kesempatan yang lebih baik menjaga momentum reformasi dan pengembangan dalam negeri politik 'kepemilikan' dari reformasi yang diperlukan. Banyak yang telah dikatakan di forum internasional tentang perlunya peningkatan transparansi, tapi tindak lanjut sering hilang. Untuk bergerak di luar retorika dan memberikan langkah konkret menuju memajukan peningkatan transparansi. Seperti kontribusi nyata penting oleh Australia terhadap menjaga momentum reformasi. Mempertahankan momentum untuk reformasi Satu atau dua tahun berikutnya adalah periode kunci ketika harus sepenuhnya menerapkan pelajaran dari krisis Asia, dan dengan demikian kembali ke kuat, pertumbuhan regional yang stabil dan mengurangi risiko krisis di masa depan. kesempatan bahwa harus mengambil, itu jauh dari kepastian. Memang, sesuai periode di wake krisis sebelumnya harus mengingatkan kita resiko yang sangat nyata dari kehilangan momentum pada tahap kritis dari proses reformasi. Di kedalaman setiap krisis ekonomi, reformasi domestik muncul sering memiliki tangan atas. lembaga tua dan cara pemerintah dan bisnis telah terbukti telah gagal. Orang asing yang meminjamkan dan berinvestasi terlalu bebas dalam lingkungan yang risikonya mereka tidak sepenuhnya mengerti telah 'terbakar', dan penarikan atau konsolidasi modal mereka memperkuat dorongan domestik untuk reformasi. Dan aspek yang tidak sempurna dari arsitektur keuangan internasional yang memberikan kontribusi terhadap krisis diidentifikasi dan lambatnya proses reformasi sistem internasional dimulai. Tapi seperti pemulihan ekonomi dimulai, momentum untuk melanjutkan reformasi dapat dimulai dari :
• kepentingan domestik kembali menegaskan diri mereka sendiri untuk menghentikan atau memperlambat reformasi nasional terlambat. Dan dalam menghadapi sulit, pekerjaan lambat pembangunan lembaga, 'reformasi kelelahan' dapat diatur dalam;
• pemberi pinjaman internasional dan investor dengan cepat melupakan pelajaran dari pinjaman yang berlebihan di masa lalu, dan mulai lagi untuk menanggung praktek kebijakan domestik yang buruk; dan
• kepentingan Vested di sektor keuangan internasional, yang mendapatkan manfaat dari berbagi komunitas internasional dari risiko mereka (tapi bukan dari keuntungan mereka), menolak evolusi diperlukan dalam arsitektur keuangan internasional. Jadi seperti yang saya telah menyebutkan, tantangan utama bagi kelompok ini adalah: bagaimana kita menjaga momentum untuk perubahan selama periode kritis ini?Dalam dunia luar pelaku pasar dapat lebih gelisah dengan apa yang mereka tidak tahu, tapi tersangka, daripada apa yang mereka tahu.
Bahkan di mana ada kekurangan jangka pendek dalam beberapa kebijakan atau institusi, pelaku pasar dapat diyakinkan oleh pengakuan jujur ​​dari perlunya reformasi, dan pernyataan yang jelas dari waktu, proses dan titik akhir dari reformasi.
Sebaliknya, hal itu dapat berisiko untuk berharap bahwa kebijakan atau institusi masalah tidak akan diperhatikan sebelum mereka dapat dengan tenang diperbaiki oleh proses yang tidak terbatas dan swasta.
Itu adalah kursus sangat berbahaya sekali pasar telah menjadi selaras dengan bidang yang menjadi perhatian seperti kerapuhan sektor keuangan atau tata kelola perusahaan yang lemah. Lebih baik, sejauh ini, untuk mengakui masalah dan menunjukkan tekad untuk memperbaikinya.
Dalam pengalaman Australia, merupakan bagian penting dari kepentingan pelaporan transparansi adalah disiplin yang berasal dari persiapan laporan. Tujuannya adalah untuk tidak mengisi 'lulus atau gagal' checklist untuk 'satu ukuran cocok untuk semua' kebijakan. Hal ini untuk berpikir tentang prinsip-prinsip yang terkandung dalam 'praktik terbaik', dan menerapkannya dalam situasi budaya dan kelembagaan sendiri melalui kebijakan yang dengan demikian memperoleh kepemilikan domestik dan dukungan.
Ketika semua dikatakan dan dilakukan, mungkin beberapa negara masih akan enggan untuk berpartisipasi dalam transparansi pelaporan dan pengawasan ditingkatkan. Tapi apakah pemerintah ingin memeluk pelaporan transparansi atau tidak, pasar akan semakin menggunakan transparansi posisi suatu negara kebijakan dan lembaga-lembaga ekonomi, dan sesuai kebijakan negara itu dengan 'praktik terbaik' internasional, dalam membentuk penilaian atas keberlanjutan kebijakan dan kinerja.
Ekonomi lebih menggunakan beberapa bentuk pelaporan transparansi, para pelaku pasar lebih akan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di negara-negara yang tidak. rasa ingin tahu berbalas seperti kemungkinan akan datang pada peningkatan biaya untuk negara-negara dengan kebijakan yang kurang transparan, dalam hal premi pinjaman yang lebih tinggi dan investasi kurang asing.

 
EMEAP
EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) adalah organisasi bank sentral di lingkup Asia Timur dan Pasifik. Yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama antar anggota - anggotanya. EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) didirikan pada tahun 1991 yang anggotanya terdiri dari bank sentral dari 11 negara, yaitu:
1.        Reserve Bank of Australia
2.        People’s Bank China
3.        Hong Kong Monetary Authority
4.        Bank Indonesia
5.        Bank of Japan
6.        Bank of Korea
7.        Bank Negara Malaysia
8.        Reserve Bank of New Zealand
9.        Bangko Sentral ng Pilipinas
10.    Monetary Authority of Singapore
11.    Bank of Thailand
Setiap tahunnya EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) mengadakan pertemuan untuk pertukaran informasi, diskusi ide tentang ekonomi dan keuangan di kawasan setiap anggota dan membahas berbagai isu dan upaya kerjasama yang terkait dengan tugas bank sentral dan otoritas moneter, termasuk membahas upaya untuk mengembangkan pasar keuangan di kawasan Asia. Para gubernur memberikaaaaan pandangan-pandangan mereka atas ketidakpasttian yang tengah terjadi di perekonomian global dan menyampaikan optimismenya atas ketahanan perekonomian negara-negara
Pada tahun 1996, struktur kegiatan EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) diperkuat, karena meningkatnya ketergantungan ekonomi pada setiap anggotanya. Hal tersebut dituangkan dalam rapat gubernur yang dilaksanakan oleh Bank of Japan di Tokyo pada 19 Juli 1996 yang menghasilkan keputusan:
1.    Mengadakan rapat gubernur setahun sekali
2.    Membangun 2 kelompok kerja dan 1 kelompok studi untuk melakukan studi tentang fungsi utama bank sentral
Di tahun 2003 tepatnya pada tanggal 3 Juli 2013, EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) telah mengumumkan peluncuran Asian Bond Fund (ABF I) yang menandai langkah penting kerjasama regional dalam pengembangan pasar obligasi. Asian Bond Fund (ABF I) adalah suatu bentuk investment pool yang dananya berasal dari cadangan devisa resmi bank-bank sentral dari 11 negara anggota EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific). Total dana awal yang terkumpul adalah sebesar USD 100 Miliyar yang terbagi dalam 10 juta unit atau nilai per unit sebesar USD 100. Untuk pengelolaan dana tersebut anggota EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) menunjuk BIS untuk bertindak sebagai fund manager secara passive management style sesuai investment guidelines dan rambu – rambu yang telah disepakati oleh anggota EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific).
Pada Desember 2004, EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) kembali mencanangkan peluncuran Asian Bond Fund (ABF II). Asian Bond Fund (ABF II) ini mengumpulkan dana awal dari anggota EMEAP sejumlah US$ 2 Miliar. Dalam Asian Bond Fund (ABF II) ini fund manager yang terpilih untuk mengelola ABF Indonesia Bond Index Fund adalah PT. Bahana TWC Invesment Management dengan HSBC sebagai bank kustodian. HSBC terpilih menjadi bank custodian bagi ke-9 fund dalam ABF II.
          Selama satu dekade terakhir ini, EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) terus menerus melakukan ulasan atau uji pada tujuan dan kegiatannya untuk menjamin kerja dari setiap anggota EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) secara konsisten agar tujuan keseluruhan untuk membangun kerjasama regional yang lebih besar dapat terwujud. Dalam hal ini adanya komite moneter dan stabilitas keuangan yang didirikan pada tahun 2007 bertugas untuk meningkatkan makro – monitoring dan manajemen krisis mekanisme EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific).
Kegiatan EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1.      Rapat gubernur
2.      Rapat deputi, komite moneter, dan stabilitas keuangan
3.      Rapat pertemuan working group
The IT Director’s Meeting (ITDM) adalah Pertemuan Working Group yang dimulai sejak tahun 2001 untuk mempelajari segala permasalahan – permasalahan yang terkait Teknologi Informasi dan aplikasinya untuk Bank – Bank Sentral anggota. EMEAP dan ITDM secara regular menyelenggarakan dua (2) kegiatan tahunan yaitu Pertemuan dan Workshop. Salah satunya adalah kegiatan Workshop The IT Director’s Meeting (ITDM) yang dieselenggarakan sekali dalam setahun. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh IT Directors dari Bank Sentral dan Otoritas Moneter di wilayah Asia Timur dan Pasifik, dalam rangka tukar menukar pengalaman serta pengetahuan mengenai permasalahan Teknologi Informasi.
          Pada periode 2010-2012  Bank Indonesia menjadi ketua EMEAP (Executives Meeting of East Asia-Pasific) Bank Sentral. Selama masa kepemimpinannya Bank Indonesia mengaku telah memiliki mekanisme  dan prosedur yang canggih untuk mengamankan system pembayaran nasional saat terjadi situasi darurat, seperti bencana alam. Indonesia sendiri pernah mengalami banjir besar di tahun 2007 begitu pula Thailand, yang ekonominya dilumpuhkan banjir sekian lama hingga membuat sistem pembayaran nasionalnya terganggu, tapi bisa cepat pulih. Menurut Ronald Waas selaku Deputi Gubernur pada saat itu mengemukakan bahwa urusan teknologi pembayaran sangatlah penting terutama belajar dari pengalaman negara – negara yang sistem pembayarannya terkena gangguan bencana alam. Selain itu perlu diadakan peningkatan pengaman teknologi informasi terutama untuk menghadapi pembajakan jaringan komputer atau hacker.

Kelompok 3
- M. Hadi Triono
- M. Irvan Adi P
- Yofilatun Nikmah
- Yolanda Agnes O
- Yoshida Lola Tama 
- Zulfa Zumrotun N