Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam kredit terdapat dua golongan yakni
kredit lancar dan kredit bermasalah, dimana kredit bermasalah dibagi menjadi
tiga yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Dalam tulisan
ini akan dipaparkan tentang kredit macet.
Kredit macet ialah kredit yang mengalami
kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi
di luar kemampuan debitur.
Suatu kredit
digolongkan ke dalam kredit macet bilamana:
1.
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit
lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.
Dapat memenuhi kriteria kredit
diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan
kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan
kredit; atau
3.
Penyelesaian pembayaran kembali
kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan
Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit[1]
Dibawah ini merupakan contoh kasus kredit macet di Indonesia.
BANTEN
Kasus dugaan korupsi pemberian dan
penggunaan kredit Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk
Cabang Tangerang kepada PT Primer AM, melibatkan sejumlah pimpinan BBJ dan
pengusaha. Kejagung tahun lalu telah menetapkan enam tersangka. Mereka Raden
Fathan Kamil (Dirut PT Primer AM), Galis Prasetya (Grup Head Divisi Kredit Risk
Reviewer PT BJB Tbk), Rubyana Ramdhan (KetuaSatuan Kerja Penyelamatan dan
Penyelesaian Kredit PT BJB Tbk Cabang Tangerang), Bangbang Purnama (mantan
Pemimpin Divisi Kredit Korporasi PT BJB Tbk), Agus Ruswendi (mantan Direktur PT
BJB Tbk), dan Entis Kushendar (mantan Direktur PT BJB Tbk). Dalam kasus
ini, BJB mengucurkan kredit ke PT Primer AM sebesar US$ 14 juta untuk
fasilitas kredit modal kerja pengembangan bisnis crude palm oil (CPO) dengan
dugaan kerugian negara sebesarUS$ 9 juta.
SULAWESI UTARA
Temuan BPK di Sulawesi Utara, antara lain
menyebutkan penyaluran kredit kepada Pemkot Gorontalo dan pihak-pihak istimewa
sebesar Rp 9,36 miliar tidak sesuai ketentuan yang dipersyaratkan. Penyelesaian
kredit macet pada empat kantor Cabang Bank Sulut mengalami potensi kerugian
minimal sebesar Rp8.76 miliar dan tertundanya penerimaan minimal sebesar
Rp725.419 juta. Pengalihan pengelolaan porto folio KPPT sebesar Rp 350.9 miliar
dari kantor cabang kepada kantor pusat mengakibatkan pendapatan kantor cabang
kurang saji sebesar Rp 4,1 miliar. Pemberian kredit oleh kantor cabang Bank
Sulut belum memperhatikan prinsip kehati-hatian.
KALIMANTAN BARAT
KPK menggeledah kantor BPD Kalbar di
Pontianak, Juni, terkait penyidikan kasus dugaan pemberian gratifikasi terkait
sengketa pilkada Palembang yang menjerat Wali Kota Palembang Romi Herton.
KPK juga menggeledah rumah karyawan BPD setempat. Romi dan istrinya,
Masyito; ditetapkan sebagai tersangka dan diduga memberikan hadiah atau janji
kepada Akil Mochtar (Ketua MK), terkait pengurusan sengketa pilkada Palembang.
Uang Rp 19,8 miliar diberikan Romi kepada Akil melalui Muhtar Ependy secara
bertahap. Muhtar menerima uang dari Masyito pada 16 Mei 2013 di Bank Kalbar,
antara lain dalam bentuk dolar AS.
Sementara itu BPK menemukan kredit tidak
sesuai prosedur di sejumlah BPD senilai Rp484 miliar. Kasus terjadi di lima BPD
Kalbar (Rp2,7 miliar), BPD Papua (Rp102 miliar), BPD Maluku (Rp40 miliar), dan
BPD Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat (Sulselbar) sebesar Rp329 miliar.
Termasuk juga Bank Sulut. Namun pihak BPD Papua sempat membantah pendapat
anggota BPK tersebut.
[2]
Dari ketiga
contoh kasus diatas merupakan suatu contoh kredit yang masuk ke ranah korupsi. Pada
dasarnya permasalahan kredit macet masuk dalam urusan perdata bukan pidana. Namun
jika seseorang yang menjalankan kredit melakukan pelanggaran hukum maka bisa
jadi masuk urusan pidana.
Untuk
menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh
usaha-usaha sebagai berikut:
a.
Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu
perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka
waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran
kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh
bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang
jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to
pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau
likuiditas.
b.
Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu
perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada
perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan
pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan
syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi
sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat
jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan
keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan,
kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c.
Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu
perubahan syarat kredit yang menyangkut:
1.
Penambahan dana bank, atau
2.
Konversi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau
3.
Konversi seluruh atau sebagian dari
kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah
penyertaan.
d.
Liquidation (Liquidasi)
Yaitu
penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.
Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang
benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan
kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk
dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan
barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum
milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan
kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.[3]
[1] Wulan
HM,
Pengertian Kredit Macet, Cara dan Penyelesaian Kredit Macet (http://abg01.blogspot.co.id)
diakses pada tanggal17 Mei 2016 pkl 20.46
[3] Wulan
HM,
Pengertian Kredit Macet, Cara dan Penyelesaian Kredit Macet (http://abg01.blogspot.co.id)
diakses pada tanggal17 Mei 2016 pkl 20.46