Dalam
masyarakat paguyuban, sebagian besar masyarakatnya memiliki pekerjaan yang
sejenis. Mereka memiliki rasa solidaritas antar sesama dalam lingkup masyarakatnya.
Seperti halnya kasus di desa Tulungrejo
yang melibatkan salah satu perangkat desa yang menjadi tersangka tindak asusila
terhadap anak gadisnya sendiri. Dalam kasus ini masyarakat memang bukan sosok
pahlawan yang melakukan penggrebekan di tempat perkara namun masyarakat ikut
andil dalam menhakimi tersangka meski bukan dalam bentuk kekerasan.
Desa
Tulungrejo, Gandusari, Blitar telah terjadi tindak asusila yang dilakukan oleh
perangkat desa lebih tepatnya Kepala Dusun (Kamituo). Tindak asusila
tersebut benar-benar membuat keluarga tersangka
merasa malu. Perlu diketahui bahwa tindak asusilanya ialah meniduri anak
gadisnya sendiri selama 4 tahun. Hal itu terjadi sejak sang pelaku di tinggal
istrinya bekerja ke luar negri. Kejadian tersebut di laporkan kepada pihak yang
berwenang oleh keluarganya sendiri yang merasa tindakan yang dilakukan oleh tersangka
sudah kelewatan. Bukti-bukti itu di dapat dari pesan singkat lewat ponsel milik
korban.
Masyarakat
yang mendengar tentang kasus tersebut merasa ikut prihatin terhadap nasib si
gadis yang menjadi korban. Mereka beranggapan bahwa sosok kepala dusun yang
seharusnya bisa dijadikan contoh dalam berperilaku justru menyimpang dari
aturan dan norma.(ylo)
And sama sekali belum membahas tentang kaitan antara solidaritas dengan pelanggaran terhadap peraturan serta karakteristik masyarakatnya. Silakan direvisi, penggambaran kasus dilanjutkan dengan respon masyarakat, kemudian dibandingkan dengan teori solidaritas Emile D, apakah sesuai, kalau tidak sesuai kenapa?
ReplyDelete