BAB II
PEMBAHASAN
A. ‘Aul
1. Pengertian ‘Aul
Dari segi
bahasa, Aul artiya naik atau
bertambah. Sedangkan menurut ulama faradiyun,
aul artinya bertambahnya jumlah
bagian dzawi furud atau berkurangnya
kadar penerimaan warisan.[1]
Dalam kitab Al-Mawarits di Syari’atil Islamiyyah. Hasanain
Muhammad Makhluf mendefinisikan bahwa Aul
dalam pembagian pusaka adalah adanya kelebihan dalam saham ahli waris dari
besarnya asal masalah dan adanya penyusutan dalam kadar penerimaan mereka,
dikarenakan asal masalahnya tidak cukup untuk memenuhi fard-fard dari ashabul
furud.
Sehingga
dapat didefinisikan bahwa Aul adalah
keadaan berlebihnya jumlah penerimaan warisan para ahli waris terhadap angka
asal masalah sehingga apabila dibagi-bagi dengan ahli waris lainnya tidak akan
cukup untuk memenuhi bagian ahli waris dzawil furud.
2.
Cara Penyelesian
Masalah ‘Aul
Ada tiga cara untuk menyelesaikan masalah Aul ini,
yaitu:
a)
Membesarkan asal masalah sesuai dengan meningkatnya saham masing-masing
dengan jalan:
Ø Menetapkan Furudhul Muqaddarah (Bagian tertentu masing-masing)
dan Asal masalahnya.
Ø Mencari saham masing-masing dan memahjubkannya
b)
Mengurangi penerimaan masing-masing bagian yang telah ditetapkan sesuai
bagian ahli waris.
c)
Membandingkan bagian masing-masing untuk mengetahui berapa harta
tiap-tiap bagian.
3. Cara Menghitung ‘Aul
Contoh 1: dimisalkan sebagaimana contoh berikut: Seseorang
wafat mennggalkan harta senilai Rp. 42.000.000,-. Ahli waris terdiri dari suami
dan 2 orang saudari sekandung. Menurut ketentuan, suami mendapat ½ pusaka, 2 saudari
sekandung mendapat 2/3 pusaka, jika dipenuhi semua, suami mendapat ½ x Rp 42.000.000,- = Rp 21.000.000,-. Sedangkan, 2 saudari sekandung mendapat 2/3 x Rp 42.000.000,- = Rp 28.000.000,-. Dengan demikian, terdapat kekurangan sebesar Rp 49.000.000,- – Rp 42.000.000,- = Rp 7.000.000,-. Oleh karena harta pusaka yang dibagi hanya Rp 42.000.000,-, maka penerima masing-masing harus dikurangi nilai sahamnya secara
seimbang.
a)
Menurut cara pertama, penyelesaian adalah sebagai berikut:
Ahli Waris
|
Bagian AM
|
Tashih
|
Suami
|
½ x 6
|
=3;
|
2 Saudari Kandung
|
2/3 x 6
|
=4;
|
Jumlah Saham
|
=7 (dijadikan AM)
|
Dengan diterapkannya 7 sebagai asal masalah baru
setelah ditashihkan, maka besar setiap saham ialah Rp. 42.000.000,- : 7 = Rp.
6.000.000,-.
Dengan demikian suami mendapat 3 x Rp. 42.000.000 :
7= Rp.18.000.000,- dan 2 saudari sekandung mendapat 4 x Rp. 42.000.000,- : 7= Rp. 24.000.000,-.
Masing-masing saudari sekandung mendapat Rp 24.000.000,- :2=Rp 12.000.000,-.
b)
Menurut cara kedua
Pertama-tama bagian masing-masing ahli waris diperhitungkan
berdasarkan asal masalah yang ada, sehingga dengan demikian:
Ø Suami mendapat 3 x Rp 42.000.000,- : 6 = Rp 21.000.000,-
Ø Saudari mendapat 4 x Rp 42.000.000,- : 6 = Rp 28.000.000,-
Ø Jumlah =
Rp 49.000.000,-
Ø Jumlah yang dibagi =
Rp 42.000.000,-
Ø Sisa kurang =
Rp 7.000.000,-
Sisa kurang ini harus dipotongkan dari penerimaan
masing-masing ahli waris dengan jalan memperbandingkan saham-sahamnya.
Perbandingan itu ialah:
Ø ½ : 2/3 = 3 : 4
Ø Jumlah
perbandingan = 3 + 4 = 7 = Rp 7.000.000,-
Ø Potongan suami = 3/7 x Rp 7.000.000,- = Rp 3.000.000,-
Ø Potongan 2 saudari. = 4/7 x Rp 3.000.000,- = Rp 4.000.000,-
Ø Penerimaan suami Rp 21.000.000,- – Rp 3.000.000,- = Rp 18.000.000,-
Ø Penerimaan 2 saudari kandung Rp 28.000.000,- – Rp 4.000.000,-
= Rp 24.000.000,- : 2 = Rp 12.000.000,-
c)
Menurut cara Ketiga
Jumlah harta yang dibagi sebesar Rp 42.000.000,-. Perbandingan
saham suami dibandingkan dengan saham 2 saudari sekandung ialah 1/2 : 2/3 = 3 :
4, jumlah perbandingan saham mereka 3+4 = 7 = Rp 42.000.000,-
Dengan demikian maka menurut cara Ketiga ini:
Ø Penerima suami = 3/7 x Rp 42.000.000,- = Rp 18.000.000,-
Ø Penerima 2 sdri. = 4/7 x Rp 42.000.000,- = Rp 24.000.000,-
Ø Penerimaan masing-masing saudari = Rp 24.000.000,- : 2 = Rp 12.000.000,-
Jelas kiranya bahwa melalui Ketiga cara penyelesaian
tersebut hasilnya sama, hanya cara pertama lebih praktis, karena itu cara
ilmiah yang lazim diikuti oleh para ahli faraidh.[2]
Contoh 2: Dimisalkan seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari :
ibu, bapak, istri,
dan 2 anak permpuan. Harta
warisannya Rp. 27.000.000,- Bagian masing-masing :
Ahli Waris
|
F
|
AM=24
|
Aul 27
|
Penerimaan
|
Ibu
|
1/6
|
4
|
4/27x Rp 27.000.000
|
Rp 4.000.000
|
Bapak
|
1/6
|
4
|
4/27x Rp 27.000.000
|
Rp 4.000.000
|
Istri
|
1/8
|
3
|
3/27x Rp 27.000.000
|
Rp 3.000.000
|
2 Anak Perempuan
|
2/3
|
16
|
16/27xRp 27.000.000
|
Rp 16.000.000
|
Jumlah
|
27
|
Rp. 27.000.000
|
Dan masing-masing anak mendapatkan Rp 16.000.000 : 2=
Rp 8.000.000
B.
Radd
1. Pengertian Radd
Radd
dapat
dikatakan kebalikan dari aul, yang dari segi bahasa artinya pengembalian.
Sedangkan menurut ulama faradiyun, radd
adalah pengembalian bagian yang tersisa dari bagian dzawil furud nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya
bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya.[3]
2.
Rukun-rukun Radd
Radd terjadi bila memenuhi tiga rukun sebagai berikut :
a)
Adanya
ashabul furud
b)
Adanya
kelebihan harta peninggalan setelah dibagikan kepada masing-masing ashabul
furud.
Apabila ketiga rukun itu tidak terpenuhi, tidak akan terjadi radd.
Misalnya apabila para ahli waris semuanya terdiri atas asabah, atau
beberapa orang ashabul furud dan seorang ashabah, harta
peninggalannya tidak akan tersisa atau kurang. Begitu juga apabila jumlah saham
dari ahli waris sebesar jumlah asal masalah, sehingga tidak ada kelebihan
sedikitpun sehingga tidak akan terjadi masalah radd.
3.
Cara
Penyelesaian Masalah Radd
Cara untuk
menyelesaikan masalah Rod terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
a)
Jika diantara para ahli waris tidak didapatkan seorang yang diketahui
mewarisi Radd, maka penyelesaiannya adalah:
Ø Dicari dahulu saham-saham para ahli waris Ashabul
Furudh
Ø Saham-saham para Ashabul Furudh tersebut di jumlahkan
Ø Jumlah dari saham-saham itu dijadikan asal masalah
baru.
b)
Jika diantara ahli waris terdapat seorang yang ditolak menerima Radd,
maka penyelesainnya adalah:
Ø Seluruh Ashabul Furudh diambil bagiannya masing-masing
menurut besar kecilnya
Ø Sisannya diberikan kepada mereka yang berhak saja, menurut
perbandingan masing-masing.[5]
4. Cara Menghitung Radd
Dimisalkan
seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari : anak perempuan dan ibu.
Harta warisannya Rp. 12.000.000,- Bagian masing-masing :
a)
Jika
tidak ditempuh dengan cara Radd :
Ahli Waris
|
F
|
AM=6
|
Penerimaan
|
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
1/6 x Rp. 12.000.000
|
Rp. 2.000.000
|
Anak Perempuan
|
1/2
|
3
|
1/2 x Rp. 12.000.000
|
Rp. 6.000.000
|
Jumlah
|
4
|
Rp. 8.000.000
|
Jika harta warisan di bagi sesuai dengan kaidahnya,
maka akan sisa. Seperti yang ada dalam contoh diatas. Maka dari itu solusinya
adalah dengan memperkecil AM seperti berikut.
b)
Jika ditempuh dengan cara Radd[6]
Ahli Waris
|
F
|
AM=6
|
Rod 4
|
Penerimaan
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
¼ x Rp. 12.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
Anak Perempuan
|
1/2
|
3
|
¾ x Rp. 12.000.000
|
Rp. 9.000.000
|
Jumlah
|
4
|
Rp. 12.000.000
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aul
adalah keadaan berlebihnya jumlah penerimaan warisan para ahli waris terhadap
angka asal masalah sehingga apabila dibagi-bagi dengan ahli waris lainnya tidak
akan cukup untuk memenuhi bagian ahli waris dzawil furud.
Ada tiga cara untuk menyelesaikan masalah Aul ini,
yaitu:
a)
Membesarkan asal masalah sesuai dengan meningkatnya saham masing-masing
dengan jalan:
Ø Menetapkan Furudhul Muqaddarah (Bagian tertentu
masing-masing) dan Asal masalahnya.
Ø Mencari saham masing-masing dan memahjubkannya
b)
Mengurangi penerimaan masing-masing bagian yang telah ditetapkan sesuai
bagian ahli waris.
c)
Membandingkan bagian masing-masing untuk mengetahui berapa harta
tiap-tiap bagian.
Radd
dapat
dikatakan kebalikan dari aul, yang dari segi bahasa artinya pengembalian.
Sedangkan menurut ulama faradiyun, radd
adalah pengembalian bagian yang tersisa dari bagian dzawil furud nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya
bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya.
Radd terjadi bila memenuhi tiga rukun sebagai berikut :
a)
Adanya
ashabul furud
b)
Adanya
kelebihan harta peninggalan setelah dibagikan kepada masing-masing ashabul
furud.
c)
Tidak
ada ahli waris ashabah
Cara untuk
menyelesaikan masalah Rod terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
a) Jika diantara para ahli waris tidak didapatkan seorang
yang diketahui mewarisi Radd, maka penyelesaiannya adalah:
Ø Dicari dahulu saham-saham para ahli waris Ashabul
Furudh
Ø Saham-saham para Ashabul Furudh tersebut di jumlahkan
Ø Jumlah dari saham-saham itu dijadikan asal masalah
baru.
b) Jika diantara ahli waris terdapat seorang yang ditolak
menerima Radd, maka penyelesainnya adalah:
Ø Seluruh Ashabul Furudh diambil bagiannya masing-masing
menurut besar kecilnya
Ø Sisannya diberikan kepada mereka yang berhak saja,
menurut perbandingan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Zuhri dkk. 1986. Ilmu
Fiqh 3. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.
Syarifuddin, Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.
Umam, Dian Khairul. 2000. Fiqh Mawaris. Bandung:
Pustaka Setia.
https://hendraazmi.files.wordpress.com/2001/03/fiqih-aul-dan-radd.docx,
diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pkl. 15.12 WIB.
www.alkhoirot.net/2012/09/warisan-dalam-islam.html?m=1,
diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pkl. 19.32 WIB.
[1] Drs. Dian Khairul Umam, Fiqh
Mawaris,(Bandung: Pustaka Setia,2000),hlm.133.
[2] Drs. Zuhri Hamid, dkk., Ilmu Fiqh 3, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1986), hlm.124-15.
[3] Drs. Dian Khairul Umam, Fiqh
Mawaris,(Bandung: Pustaka Setia,2000), hlm.147.
[4] Ibid, hlm.148.
[5]
www.alkhoirot.net/2012/09/warisan-dalam-islam.html?m=1,
di akses pada tanggal 24 Maret 2015 pkl. 19.32 WIB.
[6]
https://hendraazmi.files.wordpress.com/2001/03/fiqih-aul-dan-radd.docx,
diakses pada tanggal 24 Maret 2015 pkl. 15.12 WIB.
No comments:
Post a Comment